Rabu, 30 Maret 2011

Renungan


Jika kamu memancing ikan, setelah ikan itu terlekat di mata kail, hendaklah kamu mengambil ikan itu....Janganlah sesekali kamu melepaskannya kembali ke dalam air begitu saja....Karena ia akan sakit oleh karena ketajaman mata kailmu dan mungkin ia akan menderita selagi ia masih hidup...

Begitulah juga setelah kamu memberi banyak pengharapan kepada seseorang...Setelah ia mulai menyayangimu, hendaklah kamu menjaga hatinya....Janganlah sesekali kamu meninggalkannya begitu saja....Karena dia akan terluka oleh kenangan bersamamu dan mungkin tidak akan dapat melupakan segalanya selagi dia mengingatmu. ...

Jika kamu menadah air, biarlah mendapat sedapatnya, jangan terlalu mengharap pada kedalaman lengkungannya dan janganlah menganggap wadah itu begitu kokoh....cukuplah menadah sesuai kebutuhanmu. ...Apabila wadah itu sekali retak....tentu sukar bagi kamu untuk menambalnya kembali menjadi seperti semula....Akhirnya kamu akan membuangnya....Sedangkan jika kamu mencoba memperbaikinya, mungkin kamu masih dapat mempergunakannya lagi....

Begitu juga jika kamu memiliki seseorang, terimalah seadanya....Janganlah kamu terlalu mengaguminya dan janganlah kamu menganggapnya begitu istimewa....Anggaplah dia manusia biasa....Bila tidak, apabila sekali dia melakukan kesilapan, tidak mudah bagi kamu untuk menerimanya....akhirnya kamu akan kecewa dan meninggalkannya...Sedangkan jika kamu memaafkannya, boleh jadi hubungan kamu akan terus hingga ke akhir hayat....

Jika kamu telah memiliki sepiring nasi, punyamu pastilah yang terbaik untuk dirimu, mengenyangkan dan berkhasiat...Mengapa kamu lengah, mencoba mencari makanan yang lain...Terlalu ingin mengejar kelezatan...Kelak, nasi itu akan basi dan kamu tidak boleh memakannya. Dan kamu akan menyesal...

Begitu juga jika kamu telah bertemu dengan seorang kekasih.....kekasihmu itu pasti membawa kebaikan kepada dirimu...Menyayangimu dan mengasihimu...Mengapa kamu berlengah, mencoba membandingkannya dengan yang lain...Terlalu mengejar kesempurnaan..
Kelak, kamu akan kehilangannya apabila dia menjadi milik orang lain dan kamu juga yang akan menyesal...

Terima kasih atas kunjungannya....

Senin, 28 Maret 2011

Detik-detik Rasulullah SAW menjelang sakratul maut

Ada sebuah kisah tentang totalitas cinta yang dicontohkan Allah lewat kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu, meski langit telah mulai menguning,burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap.

Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbata memberikan petuah, "Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian, sunnah dan Al Qur'an. Barang siapa mencintai sunnahku, berati mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga bersama aku."

Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan napas dan tangisnya. Ustman menghela napas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba.

"Rasulullah akan meninggalkan kita semua," desah hati semua sahabat kala itu.Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar.

Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu, kalau bisa. Matahari kian tinggi, tapi pintu Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?" "Tak tahulah aku ayah, sepertinya ia baru sekali ini aku melihatnya," tutur Fatimah lembut.

Lalu, Rasulullah menatap putrinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Satu-satu bagian wajahnya seolah hendak di kenang. "Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malakul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya.

Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tak ikut menyertai. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap diatas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.

"Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata jibril.

Tapi itu ternyata tak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. "Engkau tidak senang mendengar kabar ini?" Tanya Jibril lagi. "Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"

"Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada didalamnya," kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik Tampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini."

Lirih Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril membuang muka. "Jijikkah kau melihatku, hingga kaupalingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. "Siapakah yang tega, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril.

Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, karena sakit yang tak tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat niat maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku." Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. "Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan santuni orang-orang lemah di antaramu."

Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan.Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. "Ummatii, ummatii, ummatiii?" - "Umatku, umatku, umatku"

Dan, pupuslah kembang hidup manusia mulia itu. Kini, mampukah kita mencinta sepertinya? Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik wa salim 'alaihi

* * *
Betapa cintanya Rasulullah kepada kita. Kirimkan kepada sahabat-2 muslim lainnya agar timbul kesadaran untuk mencintai Allah dan RasulNya, seperti Allah dan Rasulnya mencinta kita. Karena sesungguhnya selain daripada itu hanyalah fana belaka.

Terima kasih sudah berkunjung...

Disadur dari Artikel Islami > dudung.net

Kamis, 17 Maret 2011

Kewajiban anak berbakti kepada Orang Tua


Jika sesorang melihat apa yang telah dialami sang ibu dan segala penderitaannnya sewaktu ia mengandung anaknya hingga melahirkannya, tak diragukan lagi bahwasannya semua jerih payah kedua orang tua itu menuntut sang anak agar berbakti kepada mereka berdua. Sang anak wajib menghormati, menjalin ikatan dan memuliakan orangtuanya.

Tak terlukiskan lagi betapa kesulitan dan kepayahan yang telah dirasakannya selama mendidik anaknya dan memerlihara serta mengurus segala kebutuhannya semasa ia masih kecil. Demikian pula tak ternilai betapa kasih sayang sang ibu yang tulus jika sang anak telah dewasa. Tak kalah pula peranan sang ayah di dalam jerih payahnya mencari nafkah, karena mengemban kewajiban memelihara dan mengasuh serta memberi nafkah dan membiayai pendidikan anaknya.

Kedua orang tua sudah bersusah payah membesarkannya, mendidik dengan nilai-nilai Islam agar menjadi anak yang sholeh, memelihara kesehatan anaknya, memberi makan dan minum serta menjaganya siang dan malam, di saat sehat maupun sakit. Bahkan tak jarang orang tua harus mengesampingkan kebutuhannya demi memenuhi kebutuhan sang anak.

Dalam hal ini Al-Qur’an telah mengisyaratkan tentang kesukaran dan penderitanan ibu dan bapak di dalam mengasuh anaknya. Untuk itu Allah swt. Berfirman: „.Ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya (pula) dengan susah payah…"(Qs. Al-Ahqaf : 46-15)

Betapa beratnya tanggung jawab orang tua dalam mendidik dan membesarkan seorang anak hingga tumbuh dewasa, Dan tidaklah mudah membesarkan seorang anak sehingga ia bisa menjadi hamba Allah yang taat, sholeh dan patuh atas segala perintah Allah swt.

Anak seperti inilah yang merupakan dambaan setiap orang tua. Karena selain sebagai perhiasan kehidupan dunia, anak yang sholeh juga merupakan perisai bagi kedua orang tuanya dalam kehidupan dunia dan akhirat.

Seorang penyair yang bijaksana mengatakan : "Karunia Allah atas hamba-hamba(Nya) sangat banyak. Dan yang paling agung ialah anak-anak yang mulia, mereka adalah perisai orangtua di dunia dan akhirat".

Kewajiban berbakti kepada kedua orangtua

Allah swt memintakan perhatian yang sangat terhadap hak kedua orangtua, sehingga perintah memuliakan itu ditempatkan dalam urutan langsung setelah perintah beribadah kepada Allah dan mengesakan-Nya. Diungkapkan dalam firman-Nya: „Beribadahlah kepada Allah dan jangalah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah terhadap ibu Bapak. (An-Nisa : 36).

Dalam hadits lain disebutkan, Abdullah ibnu Mas’ud ra berkata:
„Aku bertanya kepada Rasulullah saw. : "Amal perbuatan apakah yang paling disukai Allah ?" Rasulullah saw. Menjawab : "Shalat pada waktunya".
Aku bertanya kembali "Kemudian apa lagi ? :
”Berbaktilah pada kedua orang tua „.
Aku bertanya lagi :"Kemudian apa lagi ?
Rasulullah saw. Menjawab : "Berjihadlah di jalan Allah". (HR. Imam Bukhari ).

Kewajiban berbuat baik kepada orangtua termasuk menunaikan hak orang tua dan (kewajiban terhadap) mereka berdua, tetap mentaati keduanya dalam rangka taat kepada Allah swt, melakukan hal-hal yang membuat mereka berdua senang dan menjauhi berbuat buruk terhadap mereka.

Rasulullah saw. Telah bersabda : „Ingatlah akan kuberitahukan kepada kalian dosa-dosa yang paling besar (diulang-ulang hingga tiga kali), yaitu menyekutkan Allah dan menyakiti kedua orang tua „(AlHadits).


Sekali-kali Allah tak akan suka terhadap anak yang membuat murka orangtuanya. Karena sesungguhnya murka orangtua adalah murka Allah juga. Dan barang siapa membuat Allah murka (karena membuat kemarahan orang tua), maka dia akan merugi dunia akhirat.

Beberapa perbuatan-perbuatan yang termasuk menyakiti Ibu dan Ayah antara lain :
-       Membuat Orang tua Susah atau mencaci maki Ibu dan Ayah.

Berbakti terhadap kedua orang tua merupakan suatu ketetapan, yang harus dilakukan selagi tidak menyangkut hal-hal yang mengharamkan barang yang halal atau menghalalkan barang yang haram. Karena sesungguhnya ketaatan terhadap makhluk itu tidak diperbolehkan apabila menyangkut masalah durhaka terhadap Sang Maha Pencipta. " Dan kami perintahkan kepada manusia berbuat baik kepada ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah dan menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah pada-Ku dan ibu Bapakmu, hanya kepada-Ku lah tempat kembalimu." „Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang kamu tidak ada pengetahuan tentang itu, janganlah kamu ikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali pada-Ku, kemudian hanya kepadaKu lah kembalimu, maka akan Kuberitakan padamu apa yang telah kamu perbuat." (Luqman 14-15).

Pahala berbakti tidak terputus dengan matinya kedua Orangtua. Dalam suatu hadits dikatakan : „Tatkala kami sedang duduk di hadapan Rasulullah saw. Tiba-tiba datanglah seorang lelaki dari kalangan Bani Salamah.

Lelaki itu bertanya :
"Wahai Rasulullah, apakah baktiku terhadap kedua orangtuaku masih tetap ada (pahalanya), jika kulakukan sesuatu sebagai baktiku terhadap mereka berdua sesudah mereka tiada ?".

Rasulullah menjawab :
"Ya, masih ada, yaitu mendo’akan dan memohonkan ampunan untuk mereka; menunaikan pesan-pesannya, dan mengadakan silaturrahmi kepada orang-orang yang selalu dihubungi oleh kedua orang tuanya, serta memuliakan kawan-kawan dekat mereka. (HR. Abu Daud, Ibnu Mjah).

Berlaku lemah lembut terhadap kedua orang tua

Betapa besar kewajiban anak terhadap orang tua, sampai-sampai anak pun dilarang berpaling sedikit pun dari perintah orang tua, walaupun berkata ‘ah’.

Allah swt berfirman : ‘’Maka jangalah kamu katakan pada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka, ucapkanlah pada mereka perkatan yang mulia. Rendahkanlah dirimu terhadap keduannya serta berdo’alah: ‘’ Wahai Robbku, kasihinilah kedua orang tuaku sebagaimana keduanya mengasihi aku diwaktu kecil". (Al Israa 23-24).

Termasuk juga dalam cara berbicara terhadap orang tua anak harus memperhatikan sopan santun.

Allah swt telah berfirman : „Dan ucapkanlah kepada mereka berdua perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan." (17:23-24).

Apakah yang dimaksud dengan „perkataan yang mulia dalam ayat diatas" ? Sa’id ibnul Musayyab menjawab: „Bagaikan bicaranya hamba sahaya yang berbuat kekeliruan, tehadap tuannya yang galak. Terlebih-lebih bila kita mempunyai orangtua yang sudah berumur, yang mana dituntut kesabaran dan ketelatenan tinggi dalam mengurus mereka.

Do’a untuk ayah dan Ibu

Sehubungan dengan kewajiban mendo’akan ibu dan ayah, Allah swt. Telah berfirman : „dan Rabb-mu telah memerintahkan supaya kalian jangan beribadah selian kepada dia dan hendaklah kalian berbuat baik pada ibu dan Ayah kalian dengan sebaik-baiknya, jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-keduanya sampai berumur lanjut jangan kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.

Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua denga penuh kesayangan dan ucapkanlah:"ya Rabbi, kasihinilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah menyantuni aku waktu kecil". (QS 17:23-24).

Perintah yang terkandung di dalam makna ayat ini menunjukkan wajib. Oleh karena itu anak harus mendo’akan untuk kedua orang tuanya agar mereka diberi rahmat oleh Allah. Sahabat Rasulullah bernama Sufya ra pernah ditanya seseorang: „Berapa kalikah do’a yang harus dipanjatkan pleh seseorang untuk kedua orang tuanya dalam sehari, atau satu bulan atau satu tahun ?" Sufya ra menjawab :"Kami kira cukuplah seandainya ia mendo’akan kedua orang tuanya pada akhir tahiyyat shalatnya."

Bentuk-bentuk Memuliakan Ibu dan Ayah

Di antara bentuk-bentuk yang luhur tentang berbakti pada kedua orangtua, ialah sebagaimana yang telah diceritakan oleh Al-Qur'an mengenai Nabi Ismail, yaitu tatkala ayahnya, Nabi Ibrahim berbicara kepadanya tentang perintah menyembelih dirinya : "...Ibrahim berkata : "Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahya aku menyembelihmu.

Maka pikirkanlah, apa yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah engkau mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. Nabi Ismail menyerahkan dirinya secara suka rela untuk disembelih oleh ayahnya; akan tetapi Allah swt. memuliakannya dan bahkan menggantikannya dengan seekor domba yang besar, seperti yang diceritakan oleh ayat berikut ini: "Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar (Qs. 37-107).

Dan kisah lainnya yang menceritakan, bahwa pada suatu hari khalifah 'Umar ra. kedatangan seorang lelaki. Lelaki itu berkata kepada sang khalifah: "Sesungguhnya aku mengurusi ibuku sebagaimana ia mengurusiku semasa aku masih kecil.
Apakah dengan demikian berarti saya telah menunaikan kewajibanku terhadapnya ?". Khalifah 'Umar ra. menjawab: "Tidak". Lelaki itu kembali bertanya: "Mengapa demikian". Khalifah 'Umar ra. menjawab: "Sesungguhnya ibumu mengurusi dirimu dengan harapan agar engkau hidup, sedangkan engkau negurusi dia dan engkau mengharapkan kematiannya.

Dari kisah diatas dapat diambil sebuah hikmah bahwa jasa seorang Ibu tidak dapat dibalas dengan jas anak terhadap dirinya. Walaupun sang anak sudah berusaha membalasnya dengan cara mengurusinya. Terlebih-lebih bagi anak yang enggan mengurusi orangtuanya yang sudah beranjak tua.

Demikianlah Islam memuliakan kedudukan orangtua dihadapan anaknya. ‘Abdullah ibnu Umar telah menceritakan suatu riwayat bahwasanya Rasulullah saw. Pernah bersabda : "Keridhoan Rabb terletak pada keridhoan kedua orangtua, dan kemurkaan Rabb terletak pada kemurkaan kedua orangtua". (HR. Turmudzi ).

Barang siapa yang membuat ridho kedua orangtuanya, berarti ia telah mendapat keridhoan Allah. Yang demikian itu adalah perisai dunia yang dapat memasukkan kedua orangtuanya ke surga.

Semoga kita semua termasuk orang-orang yang memuliakan orang tua kita. Amiin Ya Rabb..

Makasih atas kunjungannya..

Disadur dari:
Kepada Anakku Selamatlknalah Akhlakmu, Muhammad Syakir
Kewajiban dan hak Ibu, Ayah dan anak, Ahmad 'Isa 'Asyur